AWAL TERJADINYA PULAU MALAU
Nantinjo adalah putri bungsu dari
Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dari sepuluh bersaudara, anak yang pertama adalah
Raja Uti, ke dua Saribu Raja, ke tiga Limbong Mulana, ke empat Sagala Raja, ke
lima Lau Raja sedangkan perempuan yang pertama adalah Biding Laut, ke dua Boru
Pareme, ke tiga Anting Haumasan, ke empat Sinta Haumasan dan ke lima Nantinjo.
Kita dapat berbicara langsung dengan Nantinjo melalui Nai Hotni Boru Sagala
yang tinggal di Cianjur Jawa Barat yang menjadi tempat masuknya Roh Nantinjo
(Hasorangan). Tujuan Nantinjo kembali kedunia adalah untuk mengobati, membantu
orang yang meminta pertolongan terlebih keturunan dari Bapak dan Ibunya serta
meluruskan sejarah asal mula keturunan dari keluarganya dan mempersatukan
kembali keturunan Bapaknya Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon.
Semasa hidupnya, Nantinjo mengalami
penderitaan yang cukup berat, sebab ketika lahir kedunia ini saja dia tidak
sempuma, dikatakan wanita bukan, pria juga bukan.Pada saat umurnya sepuluh
tahun kedua orang tua Nantinjo telah di panggil Yang Kuasa. Semenjak ditinggal
kedua orang tuanya semakin beratlah penderitaan yang dialaminya. Nantinjo
tinggal bersama abangnya Limbong Mulana, karena yang tinggal dikampung pada
saat itu hanyalah ketiga abangnya Limbong Mulana, Sagala Raja serta Lau Raja,
sedangkan abangnya Raja Gumeleng-Geleng telah pergi dibawa oleh Yang Kuasa
kepuncak Gunung Pusuk Buhit. Abangnya yang nomor dua Saribu Raja telah pergi
juga merantau entah kemana rimbanya, dikarenakan adanya skandal cinta dengan
adiknya sendiri Boru Pareme.
Kemelut keluarga yang begitu hebat
telah melanda keluarga Nantinjo sehingga abangnya yang nomor tigalah yang harus
bertanggung jawab atas diri Natinjo sepeninggal kedua orang tuanya. Walaupun
Nantinjo tinggal dirumah abangnya sendiri, penderitaan yang dialaminya sangat
berat karena begitu besar tanggungjawab yang dibebankan abangnya terhadap
dirinya mulai dari mengurus rumah, mengasuh anak-anak, serta mencari bahan
makanan ke hutan. Dan yang membuat hati Nantinjo sangat menderita apabila
Nantinjo salah sedikit saja pastilah dia mendapat hukuman dari abangnya.
Siksaan demi siksaan diterima Natinjo hari lepas hari dari abangnya tersebut.
Meskipun begitu berat penderitaannya Nantinjo pasrah, sebab tumpuan harapan
pengaduannya telah pergi merantau entah kemana.
Nantinjo mempunyai keahlian
bertenun, maklumlah pada saat itu dia harus bertenun jika ingin mempunyai
pakaian. Setiap bertenun, Nantinjo selalu melantunkan syair lagu penderitaannya
dengan berlinang air mata sambil memohon kepada yang Kuasa agar ditunjukkan
jalan padanya untuk dapat keluar dari deritanya. Melihat dan mendengar
penderitaan serta jeritan hati Nantinjo, Yang Kuasa akhirnya menunjukkan jalan
keluar kepada Nantinjo. Pada suatu saat datanglah abangnya Lau Raja bertamu
kerumah Limbong Mulana, melihat adiknya sedang menangis hatinya sedih, sebagai
abangnya Lau Raja penasaran dan bertanya kepada sang adik, mengapa engkau
menangis Nantinjo? Namun pertanyaan abangnya itu bukan membuat Nantinjo diam
malah membuat tangisan Nationjo semakin keras. Lau Raja pun mendekati adiknya,
dipeluk dan dihibur adiknya dengan penuh kasih sayang sambil bertanya ada apa
gerangan yang membuat hati adiknya begitu pilu dan sedih? Sadar bahwa abangnya
begitu sayang kepadanya, Nantinjo akhirnya menceritakan segala penderitaannya
dan menunjukkan luka dipunggungnya akibat siksaan yang kerap dilakukan abangnya
Limbong Mulana kepadanya.
Tanpa sadar Lau Raja memanggil nama
ibunya“Sibaso Bolon” sambil berujar “teganya kamu Ibu, membiarkan putri
bungsumu mengalami penderitaan yang begitu berat dan tidak berkesudahan”.
Sambil membelai adiknya, Lau Raja mengajak Natinjo pergi dari rumah Limbong Mulana
dan ia berjanji akan menyayangi Natinjo. Mendengar ucapan dan janji abangnya,
Nantinjo langsung mengikuti ajakan Lau Raja. Akhirnya Lau Raja membawa Nantinjo
ke Simanindo Pulau Samosir tempatnya tinggal .Semenjak tinggal dengan Lau Raja.
Nantinjo merasa senang, tenang dan bahagia. Nantinjo diberi kebebasan untuk
melakukan kesenangannya bertenun walaupun abangnya miskin .
Hari lepas hari berganti, tak terasa
Nantinjo sudah mulai berkembang menjadi gadis remaja yang anggun, cantik dan
bersahaja. Kecantikan wajah dan sikap Nantinjo yang tidak pernah membedakan
teman-temannya semakin menambah harum namanya terlebih dikalangan pemuda.
Nantinjo menjadi gadis pujaan semua lelaki baik dikampungnya maupun dari
kampung seberang danau toba. Seorang pemuda dari perkampungan (Huta) Silalahi
sangat tertarik kepada Nantinjo dan ingin menjadikannya sebagai pendampingnya
seumur hidup. Tanpa mengadakan pendekatan kepada Nantinjo, pemuda tersebut
langsung meminta kedua orang tuanya untuk segera meminang Nantinjo. mendengar permintaan
sang anak, orang tua pemuda tersebut sangat senang dan bangga ternyata putra
mereka bemiat meminang bunga desa dari Simanindo.
Tanpa membuang banyak waktu, pihak
keluarga tersebut akhirnya berangkat beserta rombongan ke rumah Lau Raja.
Dengan maksud untuk meminang Nantinjo yang akan dijadikan istri dari putranya.
Setelah mendengar dan mendapat pinangan tersebut, Lau Raja mengundang kedua
abangnya Limbong Mulana dan Sagala Raja untuk mengadakan rapat keluarga, untuk
menentukan apakah pinangan tersebut diterima atau tidak.
Ternyata, kedua abangnya mempunyai
pendapat yang sama yaitu menerima pinangan tersebut. Namun Lau Raja berpendapat
bahwa Nantinjo yang harus menentukan keputusan itu, diterima atau tidaknya
lamaran tersebut. Kemudian mereka memanggil Nantinjo untuk hadir dalam rapat
keluarga tersebut, dan mempertanyakan kepada Natinjo apakah ia bersedia
menerima pinangan pihak laki-Iaki dari seberang danau toba itu? Sadar akan
keberadaan dirinya yang laki-laki bukan perempuan juga bukan dengan spontan
Nantinjo menjawab bahwa dirinya belum siap untuk berumah tangga. Dengan alasan
Natinjo ingin menyelesaikan tenunannya terlebih dahulu agar dia bisa memakainya
suatu saat nanti jika ia telah siap untuk berumah tangga.
Namun abangnya Limbong Mulana tidak
memperdulikan jawaban Nantinjo dan tidak memberikan kesempatan kepada Nantinjo
untuk menolak. Katanya “kamu harus menerima pinangan tersebut”. Mendengar
paksaan dari abangnya itu tanpa sadar air mata Nantinjo menetes dipipi, dia
berpikir tidak akan bisa melawan keinginan abangnya Limbong Mulana. Nantinjo
melayangkan pandangan kepada abangnya Lau Raja dengan harapan dapat membela
dirinya, namun Lau Raja pun tidak dapat membela adik yang sangat disayanginya
itu karena dia sendiripun takut akan amarah abangnya Limbong Mulana. Melihat
situasi seperti itu Nantinjo hanya dapat menangis dan menjerit meratapi
nasibnya dalam hati.
Hanya Nantinjo sendiri yang tahu
siapa dirinya yang sebenarnya. Ketiga abangnya tidak mengetahui bahwa Nantinjo
tidak sempurna dilahirkan kedunia ini sebagai seorang wanita. Nantinjo menolak
karena dia menyadari bahwa dia tidak akan dapat membahagiakan calon suaminya
dikemudian hari. Nantinjo berusaha berpikir keras, alasan apalagikah yang tepat
untuk dapat menolak lamaran tersebut.
Nantinjo terus berfikir, berusaha
mencari alasan untuk menolak lamaran tersebut. Akhirnya dia mendapat ide dan
mengatakan kepada abangnya: “Saya bersedia menerima pinangan dengan syarat
pihak laki-laki itu harus dapat menyediakan emas satu perahu penuh serta uang
ringgit satu perahu penuh” Mendengar persyaratan yang diberikan Nantinjo
ternyata orang tua calon suaminya siap memenuhi permintaannya itu, bahkan calon
mertuanya mengatakan lebih dari permintaanmu kami dapat kami penuhi.
Setelah kedua belah pihak sepakat,
pihak lelaki kembali ke kampungnya diseberang Pulau Samosir. Keesokan harinya,
pihak laki-laki itupun datang kembali beserta rombongan dengan membawa
persyaratan yang diminta Nantinjo, yaitu emas satu perahu dan ringgit satu
perahu.
Melihat emas satu perahu dan ringgit
satu perahu keserakahan Limbong Mulana timbul, sikapnya langsung berubah lembut
kepada Nantinjo. Dengan lembut Limbong Mulana mengatakan kepada adiknya
“sekarang kamu tidak memiliki alasan lagi untuk menolak pinangan calon suamimu
itu adikku, sebab calon mertuamu sudah memenuhi permintaanmu disaksikan ketiga
abang¬-abangmu serta khalayak ramai. Begitu tulusnya calon mertuamu menjadikan
kamu sebagai menantu, dan sebagai abangmu yang tertua diantara kami, aku
memutuskan bahwa kamu harus berangkat saat ini juga ikut dengan suamimu, Doa
Restu dari kami abang-abangmu menyertai keberangkatanmu. Kami mendoakan kiranya
Tuhan memberikan kebahagian lahir maupun batin kepada kamu” kata Limbong
Maulana panjang lebar.
Dengan hati yang hancur Nantinjo menatap abangnya satu persatu sambil berkata kepada abangnya Lau Raja : “Jikalau memang saya harus berangkat untuk berumah tangga dengan calon suami saya yang bukan pilihan hati saya, tetapi dikarenakan godaan emas dan ringgit satu perahu, ternyata kalian tega memaksa saya untuk berumah tangga, bagiku tidak ada pilihan kecuali menerima namun permintaanku pada abang: ”Kumpulkanlah semua apa yang menjadi milikku termasuk alat yang selalu kupakai untuk bertenun. Bambu turak ini tempat benang tenunku tolong tanamkan di ujung desa ini, suatu saat nanti semua keturunan Bapak dan Ibuku akan melihat dan mengingat saya yang penuh dengan penderitaan.”
Dengan hati yang hancur Nantinjo menatap abangnya satu persatu sambil berkata kepada abangnya Lau Raja : “Jikalau memang saya harus berangkat untuk berumah tangga dengan calon suami saya yang bukan pilihan hati saya, tetapi dikarenakan godaan emas dan ringgit satu perahu, ternyata kalian tega memaksa saya untuk berumah tangga, bagiku tidak ada pilihan kecuali menerima namun permintaanku pada abang: ”Kumpulkanlah semua apa yang menjadi milikku termasuk alat yang selalu kupakai untuk bertenun. Bambu turak ini tempat benang tenunku tolong tanamkan di ujung desa ini, suatu saat nanti semua keturunan Bapak dan Ibuku akan melihat dan mengingat saya yang penuh dengan penderitaan.”
Lau Raja memenuhi permintaan adiknya
dan berjanji akan melaksanakannya. Nantinjopun akhirnya menaiki perahu
kesayangannya dan berangkat meninggalkan kampung itu mengikuti rombongan calon
suaminya. Sambil mendayung perahu hati Nantinjo terus gusar. Dia tidak dapat
membayangkan apa yang bakal terjadi setelah sampai dikampung calon suaminya
nanti. Kegundahan dan kekalutan pikiran Nantinjo tidak menemukan jawaban,
kemudian Nantinjo memohon dan berseru kepada ibunya Sibaso Bolon, “Bu, mengapa
ini harus terjadi, seandainya dahulu ibu cerita kepada semua abangnya tentang
keadaan Natinjo yang sebenarnya, mungkin ini tidak akan terjadi. lbulah yang
bersalah serta Limbong Mulana yang tergoda dengan emas dan ringgit satu
perahu”. Dengan hati yang sangat pilu Nantinjo bertanya kepada Ibunya,
“masihkah lbu sayang pada putrimu ini? kalau lbubenar-benar masih sayang
dengarkanlah jeritan hati putrimu ini yang pal¬ing dalam. lbu! saya tidak mau
berumah tangga sebab itu hanya akan membuat aib dikeluarga, Putrimu ini rela
berkorban demi nama baik keturunan Bapak dan lbu di kemudian hari. Saya tahu
ibu dapat berkomunikasi langsung dengan Yang Kuasa, Pintalah kepada Yang Kuasa
agar saya lepas dari penderitaan ini dan persatukanlah saya dengan ibu”.
Mendengar jeritan sang putri yang sangat memilukan hati, ibunya pun meminta
kepada Yang Kuasa. Maka seketika itu juga turunlah hujan yang sangat lebat, angin
dan badaipun datang menerjang perahu Nantinjo. Gemuruh ombak disertai
halilintar turut menangis melihat penderitaan Nantinjo. Akhirnya perahu
Nantinjopun tenggelam ditelan ombak danau toba. Nantinjo menemui ajalnya
seketika itu juga. Ketiga abangnya yang menyaksikan hal itu merasa bersalah
serta takut.
Bahkan setelah Limbong Mulana
memeriksa emas dan ringgit satu perahu yang diberikan calon suami adiknya
ternyata hanya diatasnya saja emas dan ringgit dibawahnya hanya gundukan pasir
dan tanah. Penyesalan yang timbul selalu datang terlambat, apa mau dikata
Nantinjo sudah tenggelam ke dasar danau toba.
Keesokan harinya disaat orang masih
tertidur pulas Lau Raja pergi kepantai tempat perahu Nantinjo diberangkatkan
dengan harapan dapat menemukan adiknya hidup maupun mati. Ditelusurinya
sepanjang pantai namun tidak ditemukan jasad adiknya. Sambil menangis
tersedu-sedu Lau Raja meminta dalam hatinya kepada Yang Kuasa agar jasad adik
yang disayanginya dapat ditemukan.
Sayup-sayup Lau Raja mendengar
bisikan: “Adikmu Nantinjo sudah saya bawa ketempat yang aman, sekarang dia
bersama ibumu. Anakku hapuslah air matamu, dan lihatlah ketempat dimana perahu
adikmu tenggelam, disitu kau akan melihat satu keajaiban dunia, perahu adikmu
akan muncul kembali berupa pulau.“ Inilah sebagai pertanda bagi keturunanku di
kemudian hari betapa tulus dan mulia pengorbanan adikmu, tidak pernah mau
membuat saudaranya malu dan terhina dihadapan orang“.
Tiba-tiba Lau Raja tersadar dan melihat dimana perahu adiknya tenggelam, dengan rasa kaget dia melihat apa yang dibisikkan oleh ibunya.Timbulnya pulau itu membuat Lau raja merasa adiknya Nantinjo serasa hidup kembali, dan dia berjanji pada diri sendiri bahwa ia beserta seluruh keturunannya harus menjaga dan merawat serta menyayangi pulau itu, sebagaimana dia menyayangi adiknya.Lau Raja memberi nama pulau itu“PulauMalau”.
Tiba-tiba Lau Raja tersadar dan melihat dimana perahu adiknya tenggelam, dengan rasa kaget dia melihat apa yang dibisikkan oleh ibunya.Timbulnya pulau itu membuat Lau raja merasa adiknya Nantinjo serasa hidup kembali, dan dia berjanji pada diri sendiri bahwa ia beserta seluruh keturunannya harus menjaga dan merawat serta menyayangi pulau itu, sebagaimana dia menyayangi adiknya.Lau Raja memberi nama pulau itu“PulauMalau”.
TURUNNYA ROH NANTINJO
Setelah Nantinjo tenang bersama
ibunya disisi Yang Kuasa, pada suatu hari ibunya meminta Nantinjo untuk turun
kebumi untuk melihat keturunan ibunya. Itulah pertama sekali Nantinjo menumpang
ke tubuh orang (marhuta¬ hula) di desa sagala. Pada saat itu ada seorang ibu,
istri dari marga sagala sedang pendarahan dan Nantinjo menumpang ke tubuh orang
yang kurang waras. Nantinjo meminta air untuk menyembuhkan si ibu namun
orang-orang yang ada dirumah itu berserta keluarga si ibu tersebut mengatakan
bagaimana kamu bisa membantu, kamu saja kurang waras, namun Nantinjo tetap
meminta air, akhirnya mereka memberikan air yang diminta Nantinjo dan dia
mengobati si ibu.
Betapa herannya orang yang ada
dirumah itu karena si ibu dapat sembuh. Akhirnya mereka bertanya “siapa kamu
sebenarnya, lalu Nantinjo menjawab: saya adalah namboru kalian Nantinjo” mereka
menjawab Nantinjokan sudah tenggelam, tetapi Nantinjo menjawab bahwa Rohnyalah
yang menumpang pada orang yang kurang waras tersebut serta mengatakan “Jikalau
kalian butuh bantuan panggillah namaku, terlebih kalau di danau toba. Natinjo
juga berpesan kepada mereka, kalau telur ayam kalian mengecil jangan kalian
takut sebab akulah yang meminta, kalau padimu tertinggal disawah dan tidak
dapat kamu panen akulah yang memintanya. Kemudian Nantinjo kembali lagi kesisi
ibunya.
Melihat keturunannya (pomparan)
semakin berantakan serta sering memanggil-manggil nama putrinya Akhirnya Ibunya
Sibaso Bolon meminta Nantinjo kembali ke dunia untuk membantu keturunannya dan
mengupayakan untuk mempersatukan kembali keturunan ibunya.
Sekarang Nantinjo dapat kita temui
melalui nai Hotni yang ada di Cianjur untuk meminta pertolongan ataupun menggali
sejarah Pomparan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon. Sebelumnya nai Hotni juga tidak
mengetahui kalau dirinya telah dipilih Nantinjo sebagai hasorangan (yang
menggendong Nantinjo). Memang semenjak kecil telah terjadi keanehan yang selalu
dibuat nai Hotni melalui Nantinjo. Pada usia empat tahun nai Hotni telah
menyembuhkan seorang gadis yang sakit parah bahkan sudah divonis dokter tidak
panjang umur. Saat ini gadis yang divonis harus meninggal itu masihlah hidup
dan umurnya kira-kira 60 tahun kurang lebih. Dan gadis itu berada di daerah
sidikalang, tepatnya di sumbul. Dan yang lebih aneh jikalau nai Hotni marah
ataupun sedang kesal diwaktu kecil cukup diberikan sebuah jeruk purut, maka
amarah dan kesalnya akan hilang, tidak seperti kebiasaan anak lainnya yang
dapat dibujuk dengan permen atau mainan.
Nai Hotni adalah hasorangan namboru
Nantinjo yang ke Lima. Yang pertama gadis yang kurang waras di desa sagala
meskipun hanya sekejap,yang kedua sampai ke empat namboru memilih dari boru
Limbong, boru sagala dan boru malau. Sebelum nai Hotni resmi menjadi hasorangan
Nantinjo kehidupannya sangat menderita. Kalau kita mendengar ceritanya hampir
mirip dengan penderitaan Nantinjo, semenjak merantau tahun 1994 ke pulau Jawa,
tepatnya Jawa Barat kehidupan keluarga nai Hotni sangat menderita. Adapun
tujuan mereka merantau untuk merubah nasib namun ternyata justru penderitaan
yang datang silih berganti.
Pada saat itu nai Hotni dengan
suaminya hidup dari berdagang. Agar dagangannya laris mereka mencoba meminta
bantuan kepada orang pintar (Dukun), orang pintar tersebut mengatakan bahwa nai
Hotni tidak perlu minta bantuan karena ada yang mengikutinya, nai Hotni pun
menoleh dan menjawab tidak ada yang mengikuti saya! Sang dukun mengatakan bahwa
dia diikuti wanita yang berjubah putih. Semakin penasaran nai Hotni lalu
bertanya siapa? Namborumu jawab dukun itu, wong namboru saya masih hidup jawab
Nai Hotni sang dukun tersebut menjawab, yang diatas, karena bingung Nai
Hotnipun akhirnya pulang.
Suatu ketika, si Hotni demam lalu
nai Hotni membawa anaknya ke dukun untuk minta diobati namun sang dukun tidak
mau memberikan dengan alasan tidak mampu mengobati karena dihalang-halangi
wanita berjubah putih. Sang dukun mengatakan hanya pakai air liur ibu saja anak
ibu sehat, karena bingung dan bercampur kesal ia pun pun pulang kerumah.
Sesampai dirumah sambil tiduran menjaga si Hotni, dia teringat apa yang
dikatakan dukun tadi, lalu Nai Hotni mengusapkan liurnya kedahi putrinya,
setelah diusapkan ternyata panas si Hotni benar-benar hilang.
Akhir tahun 1995 nai Hotni jatuh sakit, dokter sudah menyatakan tidak sanggup untuk menyembuhkan nai Hotni, suaminya sangat bingung mau dibawa kemana istri tercintanya? dibawa berobat sementara penghasilanpun sudah tidak ada, disaat sang suami sudah pasrah datanglah seorang ibu menganjurkan agar nai Hotni mengurus namboru yang selalu mengikutinya. Ibu itu juga mengatakan ia hanya dapat memberikan jeruk purut (anggir) ini untuk diminum. nai Hotnipun meminum jeruk purut tersebut dan kesehatannya pun mulai membaik.
Akhir tahun 1995 nai Hotni jatuh sakit, dokter sudah menyatakan tidak sanggup untuk menyembuhkan nai Hotni, suaminya sangat bingung mau dibawa kemana istri tercintanya? dibawa berobat sementara penghasilanpun sudah tidak ada, disaat sang suami sudah pasrah datanglah seorang ibu menganjurkan agar nai Hotni mengurus namboru yang selalu mengikutinya. Ibu itu juga mengatakan ia hanya dapat memberikan jeruk purut (anggir) ini untuk diminum. nai Hotnipun meminum jeruk purut tersebut dan kesehatannya pun mulai membaik.
Kemudian sang suami memutuskan untuk
mengadakan gondang (gendang) dikampung, namun tidak mungkin dilakukan karena
pada saat itu karena nai Hotni sedang hamil tua. Karena tidak jadi mengadakan
gondang, kehidupan nai Hotni semakin runyam dan tersiksa. Akibat rasa sakit
yang tidak tertahankan lagi akhirnya ama nihotni pun memutuskan untuk segera
mengadakan gondang tahun 1997 di kampung. Setelah mengadakan gondang barulah
datang Namboru Paraek Bunga-bunga setelah itu baru Namboru Nantinjo datang ke
nai Hotni.
Memanggil namboru Nantinjo harus
terlebih dahulu memanggil Namboru Paraek Bunga-bunga sebab kesucian Namboru
Nantinjo lebih tinggi, tidak boleh Nai Hotni langsung memanggil Namboru
Nantinjo. Inilah satu pertanda dimana namboru Nantinjo yang sebenarnya.
Pada tahun 1999 Namboru Nantinjo mengadakan gondang di Buhit pulau Samosir. Pada saat itu sesepuh dari marga Limbong tidak memberikan ijin dikarenakan tidak pernah ada yang dapat mengadakan gondang ditempat itu katanya! Lalu namboru menjawab, kenapa kamu melarang sayamembuat gondang di kampung saya sendiri? kalau yang lain bisa kamu larang, tetapi saya tidak boleh kamu larang! Akhirnya sesepuh limbong tidak dapatberbuat apa-apa gondang pun dilaksanakan. Gondang tersebut berjalan dengan lancar dan sejak saat itulah orang-orang yang membawakan nama Namboru Nantinjo mengadakan acara gondang dibuhit.
Satu tahun kemudian Namboru Nantinjo mengadakan gondang di Simanindo tepatnya tanggal 9 Juni 2000, untuk Patappehon Oppung Silau Raja kepada hasorangannya Nai Dianto boru Sidauruk Istri dare Ama Dianto Malau yang sekaligus menjaga Bulu Turak Namboru Nantinjo. Melalui hasorangan namboru Nantinjo nai Hotni boru sagala, acara patappehon oppung Silau Raja berjalan dengan lancar.
Pada tahun 1999 Namboru Nantinjo mengadakan gondang di Buhit pulau Samosir. Pada saat itu sesepuh dari marga Limbong tidak memberikan ijin dikarenakan tidak pernah ada yang dapat mengadakan gondang ditempat itu katanya! Lalu namboru menjawab, kenapa kamu melarang sayamembuat gondang di kampung saya sendiri? kalau yang lain bisa kamu larang, tetapi saya tidak boleh kamu larang! Akhirnya sesepuh limbong tidak dapatberbuat apa-apa gondang pun dilaksanakan. Gondang tersebut berjalan dengan lancar dan sejak saat itulah orang-orang yang membawakan nama Namboru Nantinjo mengadakan acara gondang dibuhit.
Satu tahun kemudian Namboru Nantinjo mengadakan gondang di Simanindo tepatnya tanggal 9 Juni 2000, untuk Patappehon Oppung Silau Raja kepada hasorangannya Nai Dianto boru Sidauruk Istri dare Ama Dianto Malau yang sekaligus menjaga Bulu Turak Namboru Nantinjo. Melalui hasorangan namboru Nantinjo nai Hotni boru sagala, acara patappehon oppung Silau Raja berjalan dengan lancar.
NAMBORU MENGADAKAN GONDANG DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH
Untuk mempersatukan seluruh keluarga dari saudaranya laki-Iaki (ibotonya) namboru Nantinjo mengadakan Pesta Budaya Batak di Taman Mini Indonesia Indah (TMIl) pada tanggal 7 Oktober 2000. Seluruh keturunan (pomporan) ibotonya pada saat itu hadir dalam acara tersebut. Pada kesempatan itu namboru Nantinjo menceritakan riwayat hidupnya, serta memperagakan bagaimana dia tenggelam di danau toba. Seluruh keturunan ibotonya itu sangat antusias ingin mengetahui sejarah yang sebenarnya.
Namboru Nantinjo selalu menjawab apa yang dinginkan keturunan ibotonya. Pada saat acara berlangsung terjadi keajaiban yang luar biasa, turunnya hujan yang sangat deras disertai angin yang sangat kencang. Ternyata penguasa alam gaib datang bertanya kepada Nantinjo siapa kamu berani-berani membuat acara ditempat saya? Nantinjo menjawab, saya keturunan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon. Abang saya Raja Uti, Saribu Raja,Limbong Mulana dan Sagala Raja. lalu Nantinjo balik bertanya, siapa gerangan penguasa alam gaib yang datang? Yang ditanya hanya diam seribu bahasa. Namun dia menangis sepertinya ikut merasakan kepedihan hati Nantinjo. Karena tidak ada jawaban dari penguasa alam gaib tersebut, Nantinjo akhirnya berkata: “siapapun kamu yang datang ini, saya mohon jangan ganggu acara yang sedang saya lakukan, dan saya harap kamu bersedia membantu saya mengembalikan pulau malau yang telah diambil oleh orang lain”. Penguasa alam gaib itu tetap diam namun tidak bergeming dari tempatnya, acarapun dilanjutkan kembali.
Ketika sedang asik menari (manortor)
tiba-tiba namboru Nantinjo mendadak datang dan bercerita kembali sambil
bertanya kepada keturunan ibotonya, apakah mereka mau membantu dia untuk
mengembalikan pulau malau? serempak keturunan ibotonya menyanggupi permintaan
Nantinjo. Setelah semua keturunan ibotonya menyanggupi permintaan Nantinjo
ditentukanlah kapan dan bagaimana cara pengembalian pulau malau. Setelah
berunding, ditentukanlah siapa yang ditunjuk sebagai perwakilan untuk menemui
keluarga sidauruk, dan selanjutnya akan diadakan gondang di pulau Malau setelah
urusan dengan Marga Sidauruk selesai.
Utusan yang sudah ditentukan
berangkat menuju rumah Sidauruk tanggal 02 Pebruari 2002 untuk membicarakan
surat-surat pulau Malau,namun pihak Sidauruk meminta agar mereka membawa
perwakilan malau yang ada di Simanindo dua atau tiga orang, jikalau sudah ada,
maka utusan Malau dari simanindo pihak sidauruk akan memberikan surat-surat
pulau Malau.
Utusan yang dikirim meminta ijin kepada pihak Sidauruk untuk mengadakan gondang di pulau malau, dan hal itupun disetujui. Sambil menunggu Malau dari simanindo dapat diundang untuk dapat bertemu dengan pihak sidauruk.
Utusan yang dikirim meminta ijin kepada pihak Sidauruk untuk mengadakan gondang di pulau malau, dan hal itupun disetujui. Sambil menunggu Malau dari simanindo dapat diundang untuk dapat bertemu dengan pihak sidauruk.
MENGEMBALIKAN PULAU MALAU
Setelah ada ijin dari pihak Sidauruk
maka pada Tanggal 28-30 Juni 2001 diadakanlah gondang dipulau malau sebagai
tanda bahwa pulau malau telah kembali sekaligus mempersatukan keturunan orang
tuanya Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon. Semua keturunan iboto Nantinjo hadir
dalam acara tersebut, bahkan hadir hasorangan yang jumlahnya delapan belas
orang yang membawakan nama Nantinjo datang pada saat itu.
Ketika acara sudah dimulai
hasorangan yang membawakan Nantinjo mulai kesurupan satu-persatu, namun namboru
Nantinjo yang sebenarnya belum datang. Diperkirakan ia sedang memantau apa saja
yang dikatakan oleh orang¬-orang yang mengaku sebagai hasorangannya, karena
jikalau benar sebagai hasorangan, Nantinjo harus tau apa yang dikatakan serta
apa yang harus diperbuat dalam acara tersebut. Begitu hebatnya perdebatan yang
terjadi pada saat itu antara yang mengaku hasorangan Nantinjo dengan keturunan
iboto Nantinjo, akhirnya Nantinjo datang melalui nai Hotni. Ia mengumpulkan
orang¬-orang yang mengaku sebagai hasorangan Nantinjo, dia mengatakan “bahwa
mereka adalah sebahagian yang membawa tas (hajut) serta pengawal Nantinjo.
kemudian Nantinjo meminta mereka semua menangis di hadapan yang hadir di acara
tersebut.
Semua yang mengaku hasorangan
Nantinjopun menangis, lalu Nantinjo menyuruh panuturinya (penterjemah) ama
nihotni untuk mempersiapkan napuran (debban) untuk dibagi-bagikan kepada mereka
sebagai upah. Tanpa sepengetahuan keturunan ibotonya, Nantinjo melakukan semua
itu kepada orang-orang yang mengaku hasorangannya dengan tujuan supaya
keturunan ibotonya itu mengetahui siapa sebenarnya yang dipilihnya menjadi
hasorangannya dan sebagai tambahan yang sangat renting. Untuk menambah
pengetahuan para pembaca bahwa tikar tempat duduk namboru Nantinjo harus tiga
lapis yang mempunyai arti bahwa namboru Nantinjo sudah menjalani Banua Toru
(tenggelam didanau toba) Banua Tonga (semasa hidupnya) dan Banua Gijang
(menghadap Yang Kuasa).
Tujuan mulia yang dilakukan Nantinjo
kepada keturunan ibotonya, ternyata disalahartikan oleh keturunan ibotonya.
Pulau malau yang seharusnya sudah kembali kepada si pemilik menjadi
permasalahan kembali karena pihak sidauruk tidak mau lagi memberikan
surat-surat pulau malau karena keturunan iboto Nantinjo. bahkan kabarnya
sebahagian pihak malau saat ini berusaha agar hasorangan namboru nantinjo harus
boru malau.
Berbagai cara dilakukan malau yang
ada di simanindo untuk menggagalkan kembalinya pulau malau, yang seharusnya
sesuai dengan janji atau sumpah kakeknya ketika melihat pulau malau pertama
kali harus mereka laksanakan. Kita saja kalau makam orang tua kita diserobot
orang kita pastilah marah. Mengapa pulau malau sebagai pertanda dari leluhur
kita tidak kita rawat sebaik mungkin, malah saat ini justru orang lain yang
memilikinya. Tidak tertutup kemungkinan hal ini yang membuat keturunan Oppu
Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon semakin susah hidupnya. Pernahkah kita menyadari
hal ini. Hal ini juga yang membuat namboru Nantinjo setengah hati untuk
membantu keturunan dari ibotonya karena Nantinjo merasa sedih kita keturunan
ibotonya membiarkan sibuk-sibuk (daging) namboru kita dikuasai orang lain.
Tidak tertutup kemungkinan semakin
menderita kehidupan masyarakat Batak disekitar Danau Toba serta pulau samosir
saat ini disebabkan Pulau malau dikuasai marga Sidauruk serta kurangnya
perhormatan yang kita lakukan terhadap leluhur. Coba kita kilas balik ke
belakang, zaman Nahum Situmorang almarhum, beliau sampai berani menciptakan
lagu pulau Samosir yang terkenal dengan kacangnya serta padinya, Tao Toba,
Parapat sebagai Kota turis. Sekarang apa yang kita lihat tidak ada perkembangan
bahkan dapat kita katakan lagu-Iagu ciptaan Bang Nahum Situmorang untuk saat
ini tidak berlaku lagi melihat kondisi pulau samosir dan Danau Toba, coba kita
renungkan dan kita benahi.
Pesta Mempersatukan Keturunan Ompu
Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon
Mangkaroani Air Batu Sawan Ompu Raja Uti
Mangkaroani Air Batu Sawan Ompu Raja Uti
Tanggal 17-18-19 Juni 2002
Pada Tanggal 17-19 Juni 2002 namboru
Nantinjo mengadakan gondang selama tiga hari-tiga malam untuk mempersatukan
keturunan abangnya didesaParik Sabungan Limbong Sianjur Mula-mula. Sesuai
dengan adat yang telah berlaku. Undangan yang telah disebarkan kepada keturunan
Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dengan Pemerintah setempat Bupati, Camat, Kepala
Desa serta Raja Adat turut menghadiri acara tersebut.
Dalam acara tersebut keturunan Ompu
Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon memberikan kenang-kenangan berupa Ulos Batak
kepada robongan Bupatibeserta jajarannya serta memberikan buku sejarah Nyi Roro
Kidul yang menceritakan bahwa dia adalah Putri sulung dari Raja Batak, Guru
Tatea Bulan/Sibaso Bolon yang bernama Biding Laut. Selanjutnya Bupati
memberikan bantuan sebagai tanda turut berpartisipasi. Pada malam harinya yang
hadir meminta kepada nai Hotni boru Sagala untuk memanggil namboru Nantinjo
untuk bercerita kepada keturunan abangnya.
Setelah acara ritual dilaksanakan
namboru Nantinjo datang dan bercerita bahwa abangnya Saribu Raja dan Lau Raja
telah kembali ke kampung halamannya karena keturunannya telah bersatu hati.
Katanya “ Ia sangat bahagia melihat abangnya telah melihat kalian telah
bersatu”. Keturunan abangnya pun mengucapkan terima kasih kepada namboru meminta
kepada Oppung agar memberkati kami keturunannya.
Keesokannya, dipagi hari, tanpa
sepengetahuan seorangpun melalui hasorangannya A. Raja Limbong dari sidikkalang
Oppu Raja Uti datang dan menceritakan kegembiraan serta kebahagiannya melihat
keturunannya telah bersatu.
Catatan:
Catatan ini masih
saya sanggah terutama sifat ompu Limbong Mulana dalam cerita di atas tidak baik
sama Si Boru Nantinjo, catatan ini berpihak ke Ompu Si Lau Raja dan saya
sendiri kurang mendukungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.